Kamis, 31 Oktober 2013

PERADABAN YANG DI BANGUN WALI–WALI DI JAWA



A. Pendahuluan
            Walisongo adalah wali yang sembilan, yang menandakan  jumlah wali yang ada sembilan, atau sanga dalam bahasa jawa. Mereka adalah Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Drajat, Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, Sunan Muria, Serta Sunan Gunung Jati. Mereka tidak hidup pada saat yang bersamaan. Namun,  satu sama lain mempunyai keterkaitan erat, bila tidak dalam ikatan darah juga dalam ikatan pernikahan atau dalam hubungan murid.
            Walisongo atau walisanga dikenal sebagai penyebar Agama Islam di Tanah Jawa pada abad ke-17. Mereka tinggal di pantai Utara Jawa dari awal abad 15 hingga pertengahan abad 16, di tiga wilayah penting yakni Surabaya – Gresik – Lamongan di Jawa Timur, Demak – Kudus – Muria di Jawa Tengah, serta Cirebon di Jawa Barat. Mereka adalah para intelektual yang menjadi pembaharu masyarakat pada massanya. Mereke juga mengenalkan berbagai bentuk peradaban baru di tanah Jawa.
            Era walisongo adalah era berahirna dominasi Hindhu – Budha dalam budaya nusantara untuk digantikan dalam kebudayaan Islam. Mereka adalah simbol penyebaran Islam di Indonesia, khususnya di Jawa. Tentu banyak tokih lain yang juga berperan. Namun peran mereka yang sangat besar dalam mendirikan kerajaan Islam di Jawa, juga pengaruhnya terhadap kebudayaan masyarakat secara luas serta dakwah secara langsung, membuat para walisongo ini lebih banyak disebut dibandingyang lain.
            Pada kesempatan ini, pemakalah akan memaparkan mengenai bagaimana cara para wali dalam menyebarkan Agama Islam, selain itu juga akan dipaparkan mengenai peradaban – peradaban apa saja yang telah dibangun para wali di tanah Jawa pada massanya.



B. Pembahasan
            Walisongo sebagai tokoh penyebar ajaran Islam di Indonesia, selalu dikaitkan dengan hal – hal yang kurang rasional, bahkan lebih dekat dengan ajaran yang tidak Islami. Barangkali kisah yang banyak beredar di masyarakat bersumber dari penulis yang menetang Islam, karena kecenderungan para ulama yang kurang memperhatikan penulisan sejarah. Kelemahan ini yang menjadi penyebab utama kenapa kisah sejarah mereka banyak di tulis oleh penulis yang bukan beragama Islam.
            Para wali, meskipun masing – masing tidak hidup sezaman,tetapi dalam pemilihan wilayah dakwahnya tidak sembarangan. Penentuan tempat dakwahnya mempertimbangkan pula faktor geostrategi yang sesuai dengan kondisi zamannya. Mereka memilih pulau Jawa karena mereka melihat Jawa sebagai pusat kegiatan ekonomi, politik dan kebudayaan di Nusantara pada saat itu. Sebagai pusat perniagaan, tentunya Jawa banyak dikunjungi oleh pedagang – pedagang dari luar Jawa, sehingga diharapkan para pedagang inilah yang nantinya akan menyebarkan ajaran Islam di daerah asal mereka.
            Kalau kita perhatikan darimkesembilan wali dalam pembagian wilayah dakwahnya, ternyata mereka membagi wilayah jawa dengan raiso 5:3:1. Jawa Timur mendapat perhatian besar dari para wali. Di sini ditempatkan 5 wali, dengan pembagian teritorial dakwah yang berbeda. Maulana Malik Ibrahim sebagai wali perintis mengambil wilayah Gresik. Setelah beliau wafat, wilayah ini di kuasai oleh Sunan Giri. Sunan Ampel mengambil posisi dakwahnya di Surabaya. Sunan bonang  di Tuban, sedangkan Sunan Drajat di Sedayu (http://www. Jawaplace.Orang/walisongo2.htm).
            Kalau kita perhatikan posisi wilayah yang dijadikan basis dakwah kelima wali tersebut, semuanya mengambil tempat “kota bandar” atau pelabuhan. Pengambilan posisi ini adalah ciri Islam sebagai ajaran yang disampaikan oleh para da’i yang berprofesi sebagai pedagang. Berkumpulnya kelima wali ini di Jawa Timur adalah karena kekuatan politik saat itu berpusat di wilayah ini. Kerajaan Kediri di Kediri dan Majapahit di Mojokerto.
            Di Jawa Timur para wali terlihat sebagai penyebar Islam yang berdagang. Artinya tidak seperti yang di gambarkan oleh “dongeng” yang memberitakan kisah para wali sebagai “bhiksu”, atau lebih banyak beribadah semacam bertapa di gunung dari pada aktif di bidang perekonomian. Ternyata dinamika kehidupannya lebih rasional seperti halnya yang di contohkan oleh Rasulullah yang juga pernah berdagang. Di Jawa Tengah para wali mengambil posisi di Demak, Kudus dan Muria.
            Di Jawa Tengah dapat dikatakan bahwa pusat kekuasaan politik Hindhu dan Budha sudah tidak berperan lagi. Hanya para wali melihat realita masyarakat yang masih di pengaruhi oleh budaya yang bersumber dari ajaran Hindhu dan Budha. Dan mereka melihat bahwa wayang sebagai media komunikasi yang memiliki pengaruh besar terhadap pola pikir masyarakat (Badri Yatim: 1997). Oleh karena itu, wayang perlu dimodifikasi, baik bentuk maupun isi kisahnya perlu di Islamkan. Penempatan para wali di Demak, Kudus dan Muria ternyata tidak hanya ditujukan untuk penyebaran Islam di Jawa Tengah semata, tetapi untuk kawasan Indonesia Tengah seluruhnya. Saat itu, pusat kekuatan politik dan ekonomi memang sedang beralih ke Jawa Tengah. Perubahan kondisi politik seperti ini, memungkinkan ketiga tempat tersebut mempunyai arti geostrategis yang menentukan.
            Di Jawa Barat, prses Islamisasi hanya di tangani oleh seorang wali, Syaarif Hidayatullah, yang setelah wafat dikenal dengan nama Sunan Gunung Jati. Pada saat itu, penyebaran Agama Islam di wilayah Indonesia Barat, terutama di Sumatera dapat dikatakan telah merata bila di bandingkan dengan kondisi Indonesia Timur. Seperti sekarang hal yang semacam itu masih dapat kita saksikan kenyataannya. Adapun pemeliharaan kota Cirebon sebagai pusat aktivitas dakwah Sunan Gunung Jati, tidak dapat dilepaskan hubungannya dengan jalur perdagangan rempah – rempah sebagai komoditi yang berasal dari Indonesia Timur, ataupun ke Indonesia Barat. Oleh karena itu, pemilihan Cirebon dengan pertimbangan social, politik, dan ekonomi saat itu, mempunyai nilai geostrategis, geopolitik dan geoekonomi yang memnentukan keberhasilan penyebaran Islam selanjutnya.
            Masing – masing tokoh tersebut mempunyai peran yang unik dalam penyebaran Islam. Mulai dari Maulana Malik Ibrahim yang menempatkan diri sebagai “tabib” bagi kerajaan Hindhu Majapahit, Sunan Giri yang disebut  para kolonialis sebagai “ paus” dari Timur, hingga Sunan Kalijaga yang menciptakan karya kesenian dengan menggunakan nuansa yang dapat dipahami masyarakat Jawa, yakni nuansa Hindhu  dan Budha. Mereka menganalkan berbagai bentuk peradaba baru: mulai dari kesehatan, bercocok tanam, niaga, kebudayaan, kemasyarakatan hingga (http://www.mesias.8k.com/asvi2.htm). 
           

            Adapun wali – wali yang ada di Tanah Jawa itu ada sembilan, diantaranya:
1. Maulana malik ibrahim
            Maulana Ibrahim umumnya di anggap sebagai wali pertama yang mendakwahkan Islamdi Jawa. Ia mengajarkan cara – cara bercccok tanam dan banyak merangkul rakyat kebanyakan, yaitu golongan masyarakat Jawa yang tersisihkan akhir kekuasaan Majapahit. Malik Ibrahim berusaha menarik hati para masyarakat yang tengah dilanda krisis ekonomi dan perang saudara.ia membangun pondokan tempat belajar Agama di Leran Gresik. Pada tahun 1419, Malik Ibrahim wafat, makamnya terdapat di desa Gapura Waten Gresik Jawa Timur.

2. Sunan Ampel
            Sunan Ampel umumnya di anggap sebagai sesepuh oleh para wali lainnya. pesantrennya bertempat di Ampel Denta, Surabaya, dan merupakan salah satu pusat penyebaran Agama Islam tertua di Jawa. Ia membangun mengembangkan pondok pesantren, mula – mula ia merangkul masyarakat sekitarnya. Pada pertengahan abad ke 15, pesantren tersebut menjadi sentral pendidikan yang sangat berpengaruh di wilayah nusantara bahkan mancanegara.

3. Sunan Giri
            Sunan Giri adalah putra Maulana Ishak. Sunan Giri adalah keturunan ke-12 dari Husain bin Ali, yang merupakan murid dari Sunan Ampel dan seperguruan dari Sunan Bonang. Ia mendirikan pemerintahan mandiri di Kedaton, Gresik, yang selanjutnya berperan sebagai pusat dakwah Islam di Jawa dan di Indonesia Timur, bahkan sampai ke kepulauan Maluku. Salah satu keturunannya yang terkenal ialah Sunan Giri Prapen, yang menyebarkan Agama Islam ke wilayah Lombok dan Bima.

4. Sunan Bonang
            Sunan Bonang adalah putra dari Sunan Ampel. Ia merupakan keturunan ke-13 dari Husain bin Ali. Ia Banyak berdakwah melalui kesenian menarik penduduk Jawa agar memeluk Agama Islam. Ia dikatakan sebagai pengubah Suluk Wijil dan Tembang Tombo Ati, yang masih sering dinyanyikan orang. Pembaharuannya pada gamelan Jawa ialah dengan memasukkan rebab dan bonang, yang sering di hubungkan dengan namanya.

5. Sunan Kalijaga
            Sunan Kaljaga adalah putra Adipati Tuban, ia adalah murid Sunan Bonang. Ia menggunakan kesenian dan kebudayaan sebagai sarana untuk berdakwah. Ia sangat toleran pada budaya lokal, ia berpendapat bahwa masyarakat akan menjauh jika diserang pendiriannya. Maka mereka harus didekati secara bertahap, mengikuti sambil memepengaruhi. Sunan Kalijaga berkeyakinan jika Islam sudah di pahami maka dengan sendirinya kebiasaan lama kan hilang. Oleh sebab itu, ajaran Sunan Kalijaga terksan sinkretis dalam mengenalkan  Islam. Ia menggunakan seni ukir, wayang,gamelan, serta seni suara suluk sebagai sarana dakwah.

6. Sunan Kudus
            Sunan Kudus adalah keturunan ke-14 dari Husaen bin Ali. Sebagai seorang wali Sunan Kudus memiliki peran yang besar dalam pemerintahan kesultana Demak. Yaitu sebagai panglima perang dan hakim peradilan Negara. Ia banyak berdakwah di kalangan kaum penguasa dan priyayi Jawa. Salah satu peninggalannya yang trkenal adalah Masjid Menara Kudus, yang arsitekturnya bergaya campurann Hindhu dan Islam. Sunan Kudus diperkirakan wafat pada tahun 1550.

7. Sunan Gunung Jati
            Sunan Gunung Jati adalah satu – satunya walisongo yang memimpin pemerintahan. Ia memanfaatkan pengaruhnya sebagai putra raja pajajaran untuk menyebarkan Islam dari Pesisir Cirebon ke pedalaman Pasundan atau Pariangan. Namun ia juga membangun infrastruktur berupa jalan yang menghubungkan antar wilayah.

8. Sunan Drjat
            Sunan Drajat adalah putra Sunan Ampel, dan merupakan keturunan ke-13 dari Husain bin Ali. Ia banyak berdakwah kepada masyarakat kebanyakan. Ia menekankan kedermawanan, kerja keras, dan peningkatan kemakmuran masyarakat, sebagai pengalaman dari Agama Islam. Pesantren Sunan Drajat dijalankan secara mandiri sebagai wilayah perdikan, bertempat di desa Drajat, kecamatan Paciran, Lamongan. Tembang macapat pangkur di sebutkan sebagai penciptaanya. Gamelan Singo mengkok peniggalannya terdapat di museum daerah Sunan Drajat, Lamongan.

9. Sunan Muria
            Sunan Muria adalah putra dari Sunan Kalijaga. Ia lebih suka tinggal di daerah yang terpencil untuk menyebarkan Agama Islam, dan bergaul dengan rakyat jelata, sambil mengajarkan keterampilan – keterampilan bercocok tanam, berdagang dan melaut. Sunan Muria berdakwah dari Jepara, Tayu, Juana, hingga Kudus dan Pati. Salah satu hasil dakwahnya lewat seni adalah lagu sinom dan kinanti.


C. Simpulan
            Dari pembahasan makalah ini dapat disimpulkan bahwa, walisongo merupakan sembilan orang yang di kenal sebagai penyebar Agama Islam di Tanah Jawa pada abad ke- 17. Mereka adalah Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Drajat, Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, Sunan Muria, Serta Sunan Gunung Jati. Para walisongo juga adalah intelektual yang menjadi pembaharu masyarakat pada massanya.   Mereka mempunyai cara sendiri – sendiri dalam menyebarkan Islam di Tanah Jawa untukmengubah budaya Hindhu – Budha dan di gantikan dengan kebudayaan Islam. Pengaruh mereka sangat terasakan dalam beragam bentuk manifstasi peradaban baru di masyarakat Jawa.
            Berbagai macam cara yang mereka lakukan untuk menyebarkan Agama Islam dan membangun peradaban di Tanah Jawa. Salah satu cara yang mereka lakukan yaitu dengan berdakwah, kesehatan, bercocok tanam, perniagaan, kebudayaan, kesenian, kemasyarakatan hingga kepemerintahan. Walaupun banyak hambatan – hambatan, namun dengan usaha para wali dan juga dengan pertolongan Allah SWT hal itu mampu mereka lewati.



Daftar Pustaka.

Yatim Badri. 1997. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar